Kamis, 26 Mei 2016

Cerpen Fabel: Jangan Remehkan Kami



            Kecoa adalah salah satu binatang primitif yang paling lama bertahan di bumi. Jumlahnya sangat banyak, sampai tak bisa dihitung satu per satu. Jorok dan kotor adalah ungkapan yang pas untuk mengungkapkan kami. Namun ungkapan itu tidak benar karena kami tinggal di kota. Kami adalah kecoa metropolitan.

            Namaku adalah Coeky. Aku adalah seekor kecoa yang tinggal di sebuah lahan kosong yang hanya ditumbuhi oleh rumput. Lahan yang aku dan teman-temanku tinggali ini sangatlah bersih.Tidak ada satupun samapah di sini. Aku dan teman-temanku sangat menyukai hidup bersih. Ekosistem kami sangatlah terjaga dan terawat. Walaupun ekosistem kami sangatlah nyaman, tapi hidup di kota metropolitan sangatlah susah. Kami hanya bisa menunjukkan wajah kami saat malam hari, karena kalau ditunjukkan saat siang hari, warga akan takut dan akan membasmi kami. Waktu malam aku dan teman-temanku manfaatkan untuk mencari makanan. Begitulah susahnya hidup di kota metropolitan, tidak makan nyawa melayang, tunjukkan diri masuk liang lahar.


            Rumor beredar bahwa tanah kosong yang kami tempati ini akan diratakan dengan tanah. Rumput-rumput disini adalah beton nantinya. Kami sebagai bangsa kecoa sangat panik, karena hanya di sinilah tempat di mana kami hidup berjauhan dengan manusia. Jika kami hidup berdapingan dengan manusia maka nyawa kami taruhannya. Ekosistem kami yang dulunya hanya lahan kosong, akan berubah menjadi kompleks. Keserakahan manusia membuat kami harus merelakan ekosistem kami pergi begitu saja.




Bangsa kecoa terbagi menjadi dua pihak. Pihak pertama adalah pihak yang memilih melakukan perlawanan terhadap manusia. Pihak kedua adalah pihak yang memilih untuk membiarkan dan menyerah saja. Dari pihak perlawanan, datanglah seekor kecoa bertubuh kekar bernama Egi. Belakangan diketahui Egi adalah ketua sekaligus anggota dewan Pembina dari Aliansi Kecoa  Tidak Takut mati disingkat AKTTM. Egi melakukan orasi bahwa kecoa harus melakukan perlawanan. Kecoa hanya terdiam dan sebagian besar kecoa setuju untuk melakukan perlawanan terhadap manusia. Terpikir di benakku bahwa bagaimana seekor kecoa lebih tepatnya sekerumunan kecoa melakukan  perlawanan terhadap mahluk raksasa yang menduduki puncak rantai makanan dan satu hal lagi, mereka punya raket listrik dan Aerosol Baegon. Saat semua terdiam mendengar orasi Egi, aku pun mengangkat kaki depanku. Aku diberikan kesempatan untuk berbicara. Dengan lancing aku memberikan pernyataan seperti apa yang aku pikirkan. Teman-temanku tidak ada yang berani karena takut dimasukkan ke penjara bawah tanah. Akibat pernyataanku yang seperti pemberontak, Egi pun memerintahkan para pengawalnya untuk memasukkan aku ke dalam penjara.

Persiapan pun sudah dilakukan mulai dari senjata sampai senjata rahasia. Untuk serangan udara, para kecoa meminta bantuan kepada  lalat dan juga nyamuk. Untuk serangan darat, para kecoa meminta bantuan pada kelabang. Awalnya para kecoa ingin meminta bantuan kepada semut namun semut menolak karena menurut mereka, mereka hidup damai dengan manusia.



Hari demi hari berlalu, esok hari adalah awal dari pembuatan kompleks mewah. Pembuatan komples ini dikerjakan 24 jam tidak berhenti karena ini adalah kompleks mewah dan elit. Mereka melakukan perlawanan di malam hari karena mereka akan tidak melihat kami karena kami sangatlah kecil. Awal dari  pembuatan kompleks mewah ini adalah perataan ekosistem dengan tanah.

Hari dimulai, mereka pun mulai menyerang. Aku yang mendekam di penjara, mencoba keluar dari penjara. Akhirnya aku bisa keluar dari penjara. Aku pun ingin memberhentikan penyerangan mereka. Aku pergi ke permukaan tanah. Aku melihat banyak kecoa berjatuhan. Apa yang aku pikirkan ternyata benar. Para manusia ternyata juga telah menyiapkan alat pembasmi serangga. Sebelum diratakan dengan tanah, para pekerja akan membasmi kami dengan cara pengasapan. Mereka kalah dalam perlawanan terhadap manusia. Aku melihat keluargaku yang berada di bawah pohon tidak berdaya.


Sedih hatiku melihat keluargaku terluka. Aku pun mengajak keluargaku untuk mengungsi. Aku sekarang tinggal di sebuah selokan yang berada di sebuah kompleks. Selokan yang kami tinggali ternyata sangat bersih. Para masyarakat sangat memperhatikan keseimbangan ekosistem. Pada akhirnya kami hidup berdampingan dengan manusia. Ternyata hidup dengan manusia tidak selamanya buruk! 

KEEP ON WRITING AND TYPING!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar